Kami wanita, kami bisa melangkah melewatinya.
“Se-mangat,
se-mangat, se-mangat, kuaaat kuaaat”
teriakan para srikandi PAMOR pada salah satu atau lebih dari kami. Teriakan
yang membuat semangat ketika langkah mulai goyah, ketika keringat sudah banyak mengalir,
ketika mental mulai tergoda.
Women
On Top, nama dari kegiatan pendakian marathon Triple S (Slamet, Sumbing dan
Sindoro) dalam waktu tiga hari. Hal yang menarik dalam ekspedisi kali ini
adalah pendakian marathon dilakukan oleh empat wanita anggota PAMOR. Berawal
dari pembicaraan ketika sedang berkumpul hingga menjadi sebuah kebanggaan untuk
PAMOR. Women On Top di ketuai oleh seorang wanita yang juga sebagai pendaki,
dan dilegkapi dengan tim manajemen yang mengatur segala perlengkapan dan waktu
pada saat di lapangan. Hari ke hari, minggu beranjak ke bulan, bulan ke bulan
untuk persiapan dan kerja keras demi terlaksananya ekspedisi ini. Penyebaran
proposal, rapat kegiatan, pencarian dana dengan berbagai cara hingga menjual
nasi kotak dengan sepotong ayam berkeliling kampus demi mensukseskan pendakian
marathon yang dilakukan oleh wanita dan pertama kali dilakukan oleh PAMOR.
Hari
ke 28 di bulan juni tahun 2013, hari dimana kegiatan kami akan di mulai,
perjuangan demi membuat bangga Organisasi dan orang-orang tercinta. Tepatnya di
halaman gedung Bumi Siliwangi dengan pemandangan taman Bareti akan dilaksanak
upacara pembukaan yang dihadiri oleh mapala-mapala sebandung raya dan pihak
lembaga UPI. Upacara pembukaan berlangsung dengan hikmat dan dimeriahkan dengan
melepaskan beberapa balon ke udara. Selesai upacara kami langsung bersiap
untuk langsung melakukan perjalan menuju
Purwokerto ke daerah Bambangan yang merupakan lokasi Gunung Slamet Gunung
pertama yang akan kami daki. Selama kegiatan ini kami menggunakan alat
transportasi yang banyaj orang menyebutnya elf, angkutan umum bermuatan kurang
lebih 16 orang, namun saat itu yang melakukan perjalanan ada 14 orang.
Perjalanan menuju purwokerto cukup panjang, lama dan melelahkan.
29-06-‘13
Pendakian
batu merah
Slamet,
gunung pertama yang akan menguji kami untuk menaklukan ego dalam diri agar bisa
ke puncak tertinggi gunung tertinggi di Jawa Tengah. Persiapan pendakian
dimulai pada pukul 03.00 dini hari, dingin dan gelap yang terasa namun rasa
semangat sembari memasukan perbekalan selama pendakian ke dalam tas-tas yang
telah di siapkan. Pendakian dimulai pada pukul 04.00 setelah persiapan
perbekalan dan persiapan fisik, sebelum memulai perjalanan kami berunding untuk
memilih leader, sweeper dan penulis survey sheet. Saat itu saya terpilih
menjadi leader dalam pendakian kali ini, lalu iveh menjadi sweeper dan tasya
menjadi pencatat survey sheet. Pendakian dimulai, hari masih gelap dan dingin
kehangatan hanya tercipta dari senyum dan tawa dari kami. Langkah demi langkah
menuju tanah merah, menuju tempat yang masih rimbun dengan pepohonan, dan di
kelilingi udara segar yang masih jarang terjamah. Kata-kata semangat selama
perjalanan tak pernah hilang, uluran tangan membantu yang sudah merasa lelah.
Slamet memiliki 9 pos pendakian, dan kami melewati pos-pos tersebut dengan
lancar dan dalam waktu yang cukup cepat hingga tak terasa kami hampir sampai di
pos 7, kami berniat untuk istirahat cukup lama di pos 7 karena jarak dari pos 7
ke puncak tidak terlalu jauh. Di pos 7 kami bertemu dengan pendaki dari
Lampung, sempat berkenalan dan bercerita sekilas tentang perjalanan kami.
Setelah merasa waktu untuk istirahat sudah cukup, kami memutuskan untuk memulai
kembali perjalanan menuju batu merah dan berakhir di puncak Slamet. Perjalanan
di batu merah sangat menguras tenaga dan mental, langkah terasa sangat berat
ketika mulai menapaki kaki di atas batu-batu merah itu. Mental kami hampir
runtuh, namun melihat puncak yang mulai terlihat dan ucapan semangat yang tak
pernah pudar memusnahkan rasa cape dan ingin segera sampai di puncak. “Sebentar
lagi, ayo semangat kawan” puncak sudah terlihat, beberapa langkah lagi kami
akan berdiri disana, di atas awan, di tempat tertinggi di Jawa Tengah. Hingga
akhirnya kami sampai, air mata hampir terjatuh, bahagia, terharu, bangga,
campur aduk yang terasa. Setelah mengucapkan PAMOR PAMOR PAMOR dan berpelukan
kami bergegas untuk mengambil gambar dengan segala atribut dari sponsor dan
untuk eksis ‘hehehe’. Waktu pendakian menuju puncak Slamet yaitu 5 jam, waktu
yang cukup mengejutkan kami dan tim manajemen, karena alokasi waktu yang
ditemtukan adalah 8jam perjalanan. Tidak lama kami beraktivitas di puncak, kami
langsung menuju kembali ke basecamp pendakian karena kami akan segera pergi ke
daerah pendakian gunung Sumbing. Perjalanan turun salah satu teman kami
mengalami cedera lutut, walaupun cedera lutut yang menimpa dia tetap berjalan
dengan sekuat tenaga dan tanpa terlihat lelah sehingga perjalanan turun menuju
basecamp cukup berjalan dengan lancar.
Sesampainya
kami di basecamp pendakian di sambut dengan tim basecamp yang sudah menanti
kedatangan kami dan menyambut dengan penuh bangga. Kami langsung bergegas
membersihkan tubuh dan packing untuk melakukan perjalanan menuju basecamp
pendakian gunung Sumbing. Perjalanan menuju basecamp Sumbing dari basecamp
Slamet selama 6 jam perjalanan, saat perjalanan tersebut kami beristirahat
untuk menyiapkan diri dalam pendakian selanjutnya.
30-06-‘13
Perjalanan
yang terasa panjang
Perjalanan
dari basecamp slamet menuju basecamp sumbing begitu tak terasa, karena begitu
nyenyak kami tertidur di mobil. Nyenyak sekali setelah beberapa jam mendaki
gunung slamet. Kamipun tiba sekitar pukul 01:20 di basecamp Sumbing dan
meneruskan kembali istirahat. Tim manajemen membangunkan kami dari tidur,
memberitahu bahwa pendakian gunung Sumbing akan segera dimulai. Bubur kacang
hangat langsung disantap dengan nikmatnya, setelah menyantap bubur kacang
hangat kami langsung bersiap packing perbekalan perjalanan dan persiapan fisik.
Seperti biasa, sebelum memulai pendakian akan di pilih leader, sweeper dan
pencatat survey sheet. Kali ini aku terpilih menjadi sweeper, iveh menjadi
leader dan tasya kembali menjadi pencatat survey sheet. Pukul 05:00 matahari
mulai memunculkan wujudnya dan kami akan memulai langkah pertama menuju puncak
Sumbing. Seperti sebelumnya, pendakian di penuhi dengan canda tawa dan penuh
semangat. Namun sindoro menguji mental kami, perjalanan berbatu, terbuka dan
panjang. Perjalanan seakan tiada akhir dan teris menanjak.
Bebatuan
tidak kunjung habis, masih saja panjang dan menatap kedepan tidak ada puncak
terlihat. Lelah, kami cukup lelah, Sumbing menguji kami dalam mengalahkan rasa
ego dalam diri, mangalahkan rasa ingin berhenti melangkah. Setiap langkah yang
menempel pada bebatuan menuju puncaknya kami rasakan, sampai ada titik terang
ketika melihat puncak Sumbing yang menjulang tinggi. Semakin tinggi semakin
dekat dengan puncak maka semakkin jelas pula kami melihat Gunung Sindoro di
seberang sana. Akhirnya beberapa langkah menuju puncak, semangat karena gunung
kedua hampir sampai. Pada akhirnya kaki ini melangkah dan sampai pada puncak
Sumbing setelah perjalanan yang sangat menguras tenaga. Aktivitas di puncak
masih sama, istirahat dan mengambil photo bersama dengan atribut sponsor. Tidak
lama kami berada di puncak Sumbing, setelah menyantap perbekalan kami
bersiap-siap untuk turun.
01-06-‘13
Sampai
Titik Darah Penghabisan
Terkadang
aku merasa waktu yang diberikan tuhan untuk memejamkan mata dan bermimpi hanya
sedikit. Baru saja merasakan lelapnya tidur sudah ada yang mengingatkan untuk siap-siap
pendakian.Ini merupakan Gunung terakhir yang akan di daki di ekspedisi ini,
namun rasanya susah sekali tumbuhkan rasa semangat. Aku sudah merasakan hal
yang tidak nyaman dengan tubuhku, diantara kita berempat yang belum datang
bulan hanya aku dan sepertinya tamu bulanan itu akan datang hari ini.
Tepat
pukul 02:00 WIB dini hari kami bersiap-siap, dari pembekalan pendakian, ganti
pakaian, packing dan makan berat. Makan berat terasa berat saat itu, dini hari
harus makan nasi sangat sulit bagiku pribadi ditambah dengan keadaan perut yang
sudah tidak bisa diajak kerjasama. Makan berat selesai, packing selesai,
headlamp sudah terpasang, tidak ada yang tertinggal, tinggal siap-siap untuk
pemanasan. Pemanasan yang dingin, cuaca pagi itu cukup membekukan diri, namun
dengan tekad yang kuat untuk memberikan yang terbaik dalam ekspedisi dan ini
merupakan Gunung terkahir sehingga kami berusaha untuk melepas diri dari rasa
malas.
Pukul
04:00 WIB pagi kami memulai pendakian dari basecamp Sindoro di antar dengan
mobil sewaan karena kami tetap tinggal di basecamp Gunung Sumbing, Gunung
Sindoro yang akan kami daki ini bersebrangan dengan Gunung Sumbing tapi dua
tempat yang bersebrangan tersebut memiliki karakter penduduk yang sangat
berbeda. Jalur Gunung Sindoro tidak sesulit Gunung Sumbing, pendakian dimulai
dengan jalan berbatu yang panjang lalu memasuki daerah perkebunan warga dan
ketika matahari sudah mulai terbit tepat kami tiba di pos tiga. Di pos tiga
kami bisa melihat Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu yang sangat
indah dan menggoda untuk didaki. Kami sedikit mengambil potret selagi ada
kesempatan dan moment yang tepat. Dalam perjalanan, aku pribadi merasakan
kesulitan sendiri, merasakan dingin dan menahan sakit perut karena akan datang
bulan itu sangat menyulitkan diri. Disamping itu tidak enak dengan teman satu
tim karena pendakian ini berapcu pada waktu. Dengan kelelahan kami terus
melangkah, langkah demi langkah untuk menuju puncak sampai titik darah
penghabisan. Pak Aris terlihat jauh di depan dan berteriak kalau kita akan
istirahat disana, di sebuah batu besar yang terlihat seperti puncak namun
ternyata hanya puncak bohong. Di tempat istirahat pertama aku sudah merasakan
tamu bulanan itu datang dan ternyata benar datang disaat yang tidak tepat.
Dengan rasa sakit perut dan support dari tim, kami terus melanjutkan perjalanan
menuju puncak terakhir di ekspedisi ini. Perjalanan menuju puncak terasa sangat
panjang dan membosankan, seringkali kami diberi puncak bayangan, seringkali
kami diberi bayangan akan akhir dari Gunung ini dan membuat kami merasa sangat
lelah. Lagi-lagi Pak Aris sudah berada jauh di depan, dan sepertinya kali ini
dia berada di tempat tertinggi di Gunung Sindoro. Semangat muali terpacu
kembali, langkah demi lengkah lebih cepat, senyum mulai terlihat hingga kaki
sampai menginjak tempat tertinggi disini. Saling memeluk, merangkul dan
berteriak meluapkan segala perasaan bersama. Kami berempat berhasil mendaki tiga
Gunung di Jawa Tengah dengan ketinggian di atas 3000mdpl. Sangat bangga dengan
kerja tim yang melakukan segalanya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
Tidak lama sampai puncak kami bergegas untuk
mengabadikannya lewat kamera yang di bawa Rulli, di mulai dengan memakai
baju Women On Top dan Bannernya, lalu bendera PAMOR dan FPOK dan terakhir
dengan segala perlengkapan yang di sponsori oleh Eiger. Setelah itu kami tidak
lama berada di puncak, bergegas untuk menuruni Gunung Sindoro bertemu tim di basecamp
yang sudah menanti kami dan selalu mendoakan demi kelancaran dalam setiap
pendakian. Kaki sudah lelah dan mungkin akan berteriak jika bisa, kali ini di
pimpin oleh iveh dan aku sebagai sweaper. Ini benar-bnar perjalanan yang sangat
melelahkan namun penuh tawa, canda dan penuh musik. Kami tetap menjaga
semangat, perlahan kami langkahkan kaki yang sudah mulai linu, terkadang kami
menyeretkan kaki, terkadangan kami harus berjalan membelakangi jalur demi
mengantisipasi linunya lutut kami. Tak ada yang tertinggal, tak ada yang acuh,
kami saling merasakan, saling peduli. Bebatuan besar dan beban yang dibawa
membuat kaki terasa linu menapak. Ingin rasanya cepat sampai dan minum segelas
teh manis hangat. Banyak sekali cerita lucu dalam perjalanan kali ini, ari yang
konyol hingga cerita tak masuk akal. Sudah disisa-sisa energi kami memasuki
pemukiman warga dan hampir sampai di basecamp Sindoro dengan mobil yang sudah
menjemput kami. Dari kajauhan sudah terlihat Pak Dicky menyambut kami dengan
senyuman bangga, kami terus berjalan, terus melangkah menahan rasa sakit di
kaki. Kami sampai di basecamp Sindoro, kami berhasil menyelesaikan misi kami,
misi Organisasi.ingin menangis melihat teman-teman di basecamp. Mobil mulai
melaju menuju basecamp Sumbing disana sudah menunggu tim basecamp dengan penuh
rasa bangga dan senang melihat kami sampai dengan keadaan selamat. Pendakian
dalam ekspedisi ini berhasil, kami semua selamat. Kami bangga dengan tim. Rasa
bangga mengalahkan lelah kami, ingin secepatnya kami memberitahu orang-orang
terkasih bahwa kami telah berhasil dalam misi ini.
02-07-‘13
Kami
sudah berada di Bandung, dan akan dilaksanakan penyambutan dan upacara
penutupan ekspedisi WOMEN ON TOP. Pukul 19:00 WIB di sekretariat PAMOR sudah
mulai hangat dengan tamu undangan dan anggota PAMOR. Upacara penutupan berjalan
dengan hikmat, aku hampir meneteskan air mata karena bahagia dan bangga atas
apa yang telah kami lakukan. Ucapan selamat dari mereka yang datang sangat
menghangatkan suasana malam itu dan di meriahkan dengan band reagge.
‘d.natalika.